Rabu, 19 Desember 2012
RASKIN HARUS DIBEDAKAN DENGAN SEMBAKO POLITIK
Penyaluran RASKIN (Beras untuk Rumah Tangga Miskin) sudah dimulai sejak 1998. Krisis moneter tahun 1998 merupakan awal pelaksanaan RASKIN yang bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan rumah tangga terutama rumah tangga miskin. Pada awalnya disebut program Operasi Pasar Khusus (OPK), kemudian diubah menjadi RASKIN mulai tahun 2002, RASKIN diperluas fungsinya tidak lagi menjadi program darurat (social safety net) melainkan sebagai bagian dari program perlindungan sosial masyarakat. Melalui sebuah kajian ilmiah, penamaan RASKIN menjadi nama program diharapkan akan menjadi lebih tepat sasaran dan mencapai tujuan RASKIN.
Penentuan kriteria penerima manfaat RASKIN seringkali menjadi persoalan yang rumit. Dinamika data kemiskinan memerlukan adanya kebijakan lokal melalui musyawarah Desa/Kelurahan. Musyawarah ini menjadi kekuatan utama program untuk memberikan keadilan bagi sesama rumah tangga miskin.
Sampai dengan tahun 2006, data penerima manfaat RASKIN masih menggunakan data dari BKKBN yaitu data keluarga prasejahtera alasan ekonomi dan keluarga sejahtera I alasan ekonomi. Belum seluruh KK Miskin dapat dijangkau oleh RASKIN. Hal inilah yang menjadikan RASKIN sering dianggap tidak tepat sasaran, karena rumah tangga sasaran berbagi dengan KK Miskin lain yang belum terdaftar sebagai sasaran.
Mulai tahun 2007, digunakan data Rumah Tangga Miskin (RTM) BPS sebagai data dasar dalam pelaksaaan RASKIN. Dari jumlah RTM yang tercatat sebanyak 19,1 juta RTS, baru dapat diberikan kepada 15,8 juta RTS pada tahun 2007, dan baru dapat diberikan kepada seluruh RTM pada tahun 2008. Dengan jumlah RTS 19,1 juta pada tahun2 008, berarti telah mencakup semua rumah tangga miskin yag tercatat dalam Survei BPS tahun 2005. Jumlah sasaran ini juga merupakan sasaran tertinggi selama RASKIN disalurkan. Penggunaan data Rumah Tangga Sasaran (RTS) hasil pendataan Program Perlindungan Sosial tahun 2008 (PPLS – 2008) dari BPS diberlakukan sejak tahun 2008 yang juga berlaku untuk semua program pengentasan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah.
Realisasi RASKIN selama 2005 - 2009 berkisar antara 1,6 juta ton - 3,2 juta ton. Dengan harga tebus Rp.1.000/kg sampai dengan 2007 dan Rp.1.600/kg sejak tahun 2008, RASKIN bukan hanya telah membantu rumah tangga miskin dalam memperkuat ketahanan pangannya, namun juga sekaligus menjaga stabilitas harga. RASKIN telah mengurangi permintaan beras ke pasar oleh sekitar 18,5 juta pada tahun 2009. Selain itu, perubahan harga tebus dari Rp.1.000/kg menjadi Rp.1.600/kg juga dengan mempertimbangkan anggaran dan semakin banyaknya rumah tangga sasaran yang dapat dijangkau. Harga ini juga masih lebih rendah dari harga pasar yang saat itu rata-rata sekitar Rp.5.000 – 5.500/kg.
Dampak RASKIN terhadap stabilisasi harga terlihat pada saat RASKIN hanya diberikan kurang dari 12 bulan (seperti pada tahun 2006 = 11 bulan dan tahun 2007 = 10 bulan). Harga beras akhir tahun 2006 dan awal 2007 serta akhir tahun 2007 dan awal 2008 meningkat tajam. Pada saat itulah, pemerintah melakukan Operasi Pasar Murni (OPM) dan Operasi Pasar Khusus dari Cadangan Beras Pemerintah (OPK - CBP).
Beberapa kendala dalam pelaksanaan RASKIN selama ini terutama dalam pencapaian ketepatan indikator maupun ketersediaan anggaran. Sampai dengan saat ini, jumlah beras yang akan disalurkan baru ditetapkan setelah anggarannya tersedia. Selain itu ketetapan atas jumlah beras raskin yang disediakan juga tidak selalu dilakukan pada awal tahun, dan sering dilakukan perubahan di pertengahan tahun karena berbagai faktor. Hal ini akan menyulitkan dalam perencanaan penyiapan stoknya, perencanaan pendanaan dan perhitungan biaya-biayanya.
Data RTS yang dinamis menjadi suatu kendala tersendiri di lapangan. Masih ada RTM di luar RTS yang belum dapat menerima RASKIN karena tidak tercatat sebagai RTS di BPS. Kebijakan lokal dan “keikhlasan” sesama RTM dalam berbagi, tidak jarang dipersalahkan sebagai ketidaktepatan sasaran.
Ketepatan harga terkendala dengan hambatan geografis. Jauhnya lokasi RTS dari Titik Ditsribusi mengakibatkan RTS harus membayar lebih untuk mendekatkan beras ke rumahnya. Harga tebus RASKIN oleh RTS tidak lagi seharga Rp.1.000/kg atau 1.600/kg karena RTS harus membayar biaya-biaya lain untuk operasional dan angkutan dari Titik Distribusi (TD) ke rumah mereka. Peran Pemerintah Kabupaten/Kota untuk membantu RTS mencapai tepat harga perlu terus didorong. Saat ini sudah banyak Pemerintah Kabupaten/Kota yang menyediakan dana APBD-nya untuk RASKIN.
Apresiasi bagi Pemerintah Kabupaten/Kota patut diberikan karena perhatian terhadap penyediaan dan pengalokasian APBD serta pengawalan terhadap pelaksanaan RASKIN. Kepedulian terhadap program RASKIN berarti kepedualian terhaap RTS yang muncul dari hati nurani untuk mengentaskan kemiskinan. Kesadaran bahwa RASKIN merupakan tugas bersama Pemerintah Pusat dan Daerah untuk membantu mengurangi beban pengeluaran 18,5 juta RTS (pada tahun 2009), perlu terus ditumbuhkan.
Untuk mencapai tepat sasaran, tepat harga dan tepat waktu, beberapa penyempurnaan terus dilakukan. Salah satunya adalah dengan pola distribusi yang berkembang tidak hanya melalui titik distribusi yang langsung disalurkan kepada RTS namun juga melalui Warung Desa (Wardes). Melalui Wardes, penyaluran RASKIN menjadi lebih dekat kepada RTS dan RTS membeli beras secara bertahap sesuai daya belinya selama 1 bulan dengan harga sesuai dengan ketetapan. Penyaluran melalui Wardes berawal dari pilot project pada akhir tahun 2008 dan mulai diimplementasikan sejak tahun 2009.
Melalui Wardes, sistem administrasi distribusi RASKIN juga yang dituangkan dalam Daftar Penerima Manfaat 1 (DPM 1), pembagian kartu RASKIN, dan realisasi penerimaan beras oleh RTS dapat diperbaiki mulai dari awal. Juga dimungkinkan dapat diterapkan sistem pembayaran melalui kerjasama dengan jaringan unit-unit perbankan di Desa/Kelurahan secara langsung.
Peningkatan ketepatan sasaran juga terus ditingkatkan melalui pendampingan pola distribusi melalui kelompok masyarakat pada tahun 2009. Distribusi RASKIN dilakukan oleh kelompok masyarakat yang umumnya berbasis keagamaan maupun oleh kelompok masyarakat miskin penerima manfaat RASKIN. Sumber: (BULOG@2010)
Sabtu, 17 November 2012
Keuangan Desa
Penyelenggaraan urusan pemerintahan desa yang menjadi
kewenangan desa didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APB Desa),
bantuan pemerintah dan bantuan pemerintah daerah. Penyelenggaraan urusan
pemerintah daerah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa didanai dari APBD.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang diselenggarakan oleh pemerintah desa
Sumber pendapatan desa terdiri atas:
- Pendapatan Asli Desa, antara lain terdiri dari hasil usaha desa, hasil kekayaan desa (seperti tanah kas desa, pasar desa, bangunan desa), hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong
- Bagi hasil Pajak Daerah Kabupaten/Kota
- bagian dari Dana Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah
- bantuan keuangan dari Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan;
- hibah dan sumbangan dari pihak ketiga yang tidak mengikat.
- Pinjaman desa
APB Desa terdiri atas bagian Pendapatan Desa, Belanja
Desa dan Pembiayaan. Rancangan APB Desa dibahas dalam musyawarah perencanaan
pembangunan desa. Kepala Desa bersama BPD menetapkan APB Desa setiap tahun
dengan Peraturan Desa.
Klasifikasi Desa dapat diklasifikasikan menurut;
Menurut
aktivitasnya
- Desa agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang pertanian dan perkebunanan.
- Desa industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang industri kecil rumah tangga.
- Desa nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di bidang perikanan dan pertambakan.
Menurut tingkat
perkembangannya
- Desa Swadaya
Desa swadaya adalah desa yang memiliki potensi
tertentu tetapi dikelola dengan sebaik-baiknya, dengan ciri:
- Daerahnya terisolir dengan daerah lainnya.
- Penduduknya jarang.
- Mata pencaharian homogen yang bersifat agraris.
- Bersifat tertutup.
- Masyarakat memegang teguh adat.
- Teknologi masih rendah.
- Sarana dan prasarana sangat kurang.
- Hubungan antarmanusia sangat erat.
- Pengawasan sosial dilakukan oleh keluarga.
- Desa Swakarya
Desa swakarya adalah peralihan atau transisi dari desa
swadaya menuju desa swasembada. Ciri-ciri desa swakarya adalah:
- Kebiasaan atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
- Sudah mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi
- Desa swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat perekonomian.
- Telah memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana lain.
- Jalur lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
- Desa Swasembada
Desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah
mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai
dengan kegiatan pembangunan regional. Ciri-ciri desa swasembada
- kebanyakan berlokasi di ibukota kecamatan.
- penduduknya padat-padat.
- tidak terikat dengan adat istiadat
- telah memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain.
- partisipasi masyarakatnya sudah lebih efektif.
Potensi Desa
Potensi desa dibagi menjadi 2 macam yaitu:
- Potensi fisik yang meliputi, tanah air, iklim dan cuaca, flora dan fauna
- Potensi non fisik, meliputi; masyarakat desa, lembaga-lembaga sosial desa, dan aparatur desa, jika potensi dimanfaatkan dengan baik, desa akan berkembang dan desa akan memiliki fungsi, bagi daerah lain maupun bagi kota.
Fungsi Desa
Fungsi desa adalah sebagai berikut:
- Desa sebagai hinterland (pemasok kebutuhan bagi kota)
- Desa merupakan sumber tenaga kerja kasar bagi perkotaan
- Desa merupakan mitra bagi pembangunan kota
- Desa sebagai bentuk pemerintahan terkecil di wilayah Kesatuan Negara Republik Indonesia
Ciri-ciri
Masyarakat Desa
- Kehidupan keagamaan di kota berkurang dibandingkan dengan kehidupan keagamaan di desa.
- Orang kota pada umumnya dapat mengurus dirinya sendiri tanpa harus bergantung pada orang lain. Yang penting disini adalah manusia perorangan atau individu.
- Pembagian kerja di antara warga-warga kota juga lebih tegas dan mempunyai batas-batas yang nyata.
- Kemungkinan-kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan juga lebih banyak diperoleh warga kota dari pada warga desa.
- Interaksi yang lebih banyak terjadi berdasarkan pada faktor kepentingan daripada faktor pribadi.
- Pembagian waktu yang lebih teliti dan sangat penting, untuk dapat mengejar kebutuhan individu.
- Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kota-kota, sebab kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh.
Pola persebaran
desa
Pola persebaran desa di Indonesia dibagi menjadi 3
yaitu:
- Pola Memanjang (linier).
Pola memanjang dibagi menjadi 4 yaitu:
- Pola yang mengikuti jalan. Pola desa yang terdapat di sebelah kiri dan kanan jalan raya atau jalan umum. Pola ini banyak terdapat di dataran rendah.
- Pola yang mengikuti sungai. Pola desa ini bentuknya memanjang mengikuti bentuk sungai, umumnya terdapat di daerah pedalaman.
- Pola yang mengikuti rel kereta api. Pola ini banyak terdapat di Pulau Jawa dan Sumatera karena penduduknya mendekati fasilitas transportasi.
- Pola yang mengikuti pantai. Pada umumnya, pola desa seperti ini merupakan desa nelayan yang terletak di kawasan pantai yang landai.
Maksud dari pola memanjang atau linier adalah untuk
mendekati prasarana transportasi seperti jalan dan sungai sehingga memudahkan
untuk bepergian ke tempat lain jika ada keperluan. Di samping itu, untuk
memudahkan penyerahan barang dan jasa.
- Pola Desa Menyebar
Pola desa ini umumnya terdapat di daerah pegunungan
atau dataran tinggi yang berelief kasar. Pemukiman penduduk membentuk kelompok
unit-unit yang kecil dan menyebar.
- Pola Desa Tersebar
Pola desa ini merupakan pola yang tidak teratur karena
kesuburan tanah tidak merata. Pola desa seperti ini terdapat di daerah karst atau daerah berkapur. Keadaan topografinya
sangat buruk.
Lembaga
kemasyarakatan
Di desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan, yakni
lembaga yang dibentuk oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan merupakan
mitra pemerintah desa dalam memberdayakan masyarakat. Lembaga kemasyarakatan
ditetapkan dengan Peraturan Desa. Salah satu fungsi lembaga kemasyarakatan
adalah sebagai penampungan dan penyaluran aspirasi masyarakat dalam
pembangunan. Hubungan kerja antara lembaga kemasyarakatan dengan Pemerintahan
Desa bersifat kemitraan, konsultatif dan koordinatif.
Pembentukan
Desa ( Pembagian Administratif Desa)
Desa dibentuk atas prakarsa masyarakat dengan
memperhatikan asal-usul desa dan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.
Pembentukan desa dapat berupa penggabungan beberapa desa, atau bagian desa yang
bersandingan, atau pemekaran dari satu desa menjadi dua desa atau lebih, atau
pembentukan desa di luar desa yang telah ada.
Desa dapat diubah atau disesuaikan statusnya menjadi
kelurahan berdasarkan prakarsa Pemerintah Desa bersama BPD dengan memperhatikan
saran dan pendapat masyarakat setempat. Desa yang berubah menjadi Kelurahan,
Lurah dan Perangkatnya diisi dari pegawai negeri sipil.
Desa yang berubah statusnya menjadi Kelurahan,
kekayaannya menjadi kekayaan daerah dan dikelola oleh kelurahan yang
bersangkutan untuk kepentingan masyarakat setempat.
Desa mempunyai ciri budaya khas atau adat istiadat
lokal yang sangat urgen,
Pembagian
Administratif Padukuhan (Dusun)
Dalam wilayah desa dapat dibagi atas dusun atau padukuhan, yang merupakan bagian wilayah
kerja pemerintahan desa dan ditetapkan dengan peraturan desa.
Pemerintahan Desa
Desa memiliki pemerintahan sendiri. Pemerintahan Desa terdiri atas
Pemerintah Desa (yang meliputi Kepala Desa dan Perangkat Desa) dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Kepala Desa
Kepala Desa merupakan pimpinan penyelenggaraan pemerintahan desa
berdasarkan kebijakan yang ditetapkan bersama Badan
Permusyawaratan Desa (BPD). Masa jabatan Kepala Desa adalah 6 tahun,
dan dapat diperpanjang lagi untuk satu kali masa jabatan. Kepala Desa juga
memiliki wewenang menetapkan Peraturan Desa
yang telah mendapat persetujuan bersama BPD.
Kepala Desa dipilih langsung melalui Pemilihan
Kepala Desa (Pilkades) oleh penduduk desa setempat. Syarat-syarat
menjadi calon Kepala Desa sesuai Peraturan Pemerintah No. 72 Tahun 2005 sbb:
- Bertakwa kepada Tuhan YME
- Setia kepada Pacasila sebagai dasar negara, UUD 1945 dan kepada NKRI, serta Pemerintah
- Berpendidikan paling rendah SLTP atau sederajat
- Berusia paling rendah 25 tahun
- Bersedia dicalonkan menjadi Kepala Desa
- Penduduk desa setempat
- Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan dengan hukuman paling singkat 5 tahun
- Tidak dicabut hak pilihnya
- Belum pernah menjabat Kepala Desa paling lama 10 tahun atau 2 kali masa jabatan
- Memenuhi syarat lain yang diatur Perda Kab/Kota
Perangkat Desa
Perangkat Desa bertugas membantu Kepala Desa dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya. Perangkat Desa terdiri dari Sekretaris Desa
dan Perangkat Desa Lainnya. Salah satu perangkat desa adalah Sekretaris Desa, yang diisi dari Pegawai Negeri Sipil. Sekretaris Desa diangkat
oleh Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota atas nama Bupati/Walikota.
Perangkat Desa lainnya diangkat oleh Kepala Desa dari
penduduk desa, yang ditetapkan dengan Keputusan Kepala Desa. perangkat desa
juga mempunyai tugas untuk mengayomi kepentingan masyarakatnya.
Badan
Permusyawaratan Desa
Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga
perwujudan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Anggota BPD
adalah wakil dari penduduk desa bersangkutan berdasarkan keterwakilan wilayah.
Anggota BPD terdiri dari Ketua Rukun Warga,
pemangku adat, golongan profesi, pemuka agama dan tokoh atau pemuka masyarakat
lainnya. Masa jabatan anggota BPD adalah 6 tahun dan dapat diangkat/diusulkan
kembali untuk 1 kali masa jabatan berikutnya. Pimpinan dan Anggota BPD tidak
diperbolehkan merangkap jabatan sebagai Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD
berfungsi menetapkan Peraturan Desa
bersama Kepala Desa, menampung dan
menyalurkan aspirasi masyarakat.
Langganan:
Postingan (Atom)